Pages

Selasa, 27 November 2012

BAB 6 PELAPISAN SOSIAL DAN KESAMAAN DERAJAT

SISTEM KASTA DIBALI
Nama Orang Bali pada umumnya relatif panjang. Sebagai contoh nama saya sendiri adalah I Gusti Agung Made Wirautama. Cukup panjang bukan? Itu padahal nama intinya hanya satu kata yaitu “Wirautama”, bisa jadi lebih panjang lagi jika nama intinya lebih dari satu kata.
Lalu apa maksud dari “I Gusti Agung Made” pada nama saya?
Nama orang Bali umumnya diawali dengan sebutan yang mencirikan kasta dan urutan kelahiran. Sebelum saya melanjutkan, disini saya tidak ingin membahas masalah kasta yang sering menjadi pro dan kontra di masyarakat khususnya di Bali.
Jadi, nama orang Bali menjadi panjang karena di depannya ada embel-embel kasta atau nama keluarga (semacam marga) dan urutan kelahiran. Seperti saya, “I Gusti Agung” adalah mencirikan saya berasal dari kasta Ksatria. Selain itu ada juga I Gusti, I Gusti Ngurah, Anak Agung, Cokorda, I Dewa, Ida Bagus, Ida Ayu dan lainnya.
Selain embel-embel kasta, ada juga kata Made. Ini adalah ciri bahwa saya anak kedua. Jadi pada umumnya orang Bali bisa diketahui dia anak ke berapa dari nama depannya. Anak pertama biasanya diberi awalan Putu, Wayan (biasanya untuk laki-laki), Luh (khusus perempuan), Gede. Anak kedua : Made, Nengah, Kadek. Ketiga : Nyoman, Komang. Keempat : Ketut (kadang digunakan untuk anak ketiga). Untuk anak selanjutnya biasanya diulang lagi dari awal.
Dari nama berdasarkan urutan kelahiran mungkin bisa dikatakan orang Bali sudah menerapkan sistem keluarga berencana ala Bali sejak dahulu. Ya walaupun pada prakteknya orang Bali dulu memiliki relatif banyak anak. Ayah saya saja memiliki 8 saudara, itu belum termasuk yang meninggal ketika masih kecil.
Oya, sistem nama berdasarkan kasta juga berkaitan dengan nama depan yang berdasarkan urutan lahir. Misalnya tidak ada orang berkasta yang memiliki awalan Luh atau Wayan. Begitu pula dari kasta Brahmana jarang yang menggunakan nama depan berdasarkan urutan kelahiran seperti Putu, Made, Ketut, jadi cukup berawalan Ida Bagus (laki-laki) atau Ida Ayu (perempuan) saja.
Nama orang Bali laki-laki dan perempuan juga ada ciri tertentu, misalnya kalau diawali dengan huruf/kata “I” biasanya orang laki-laki dan perempuan diawali dengan kata “Ni”. Tapi tidak semua kasta / orang Bali menggunakan kata I atau Ni. Misalnya dari golongan Anak Agung semuanya akan diawali dengan kata “Anak Agung”.
Namun semua tradisi bukannya tidak mengalami perubahan. Contohnya dulu Putu hanya digunakan untuk nama orang berkasta namun sekarang semua orang biasa menggunakannya untuk nama depan anak pertama mereka tidak perduli dari kasta apapun.
Nama orang Bali ini merupakan salah satu keunikan yang ada di Bali dan hingga saat ini sebagian besar orang Bali masih menggunakannya.
Catur Wangsa vs Catur Warna
Dalam ajaran agama Hindu (agama mayoritas di Bali), setahu saya ajaran tentang kasta (Catur Wangsa) tidaklah ada, yang ada adalah Catur Warna. Dan menurut apa yang pernah saya baca, baik di internet, koran atau pun lainnya, konon sistem kasta baru ada semenjak abad ke 14.
Sistem Catur Warna “diubah” oleh Belanda yang dulu menjajah Indonesia, tujuannya yaitu untuk memecah belah kekuatan di masyarakat, yaitu dengan semakin memperlebar jarak antara Raja dan rakyatnya, memecah masyarakat ke dalam kelompok-kelompok kasta, salah satu trik adu domba.
Itu sedikit sejarah yang saya tahu. Lalu bagaimana dengan keadaan saat ini? Saat ini masalah kasta tentu saja masih menjadi pro dan kontra. Ada yang masih begitu fanatik dengan kasta namun ada juga yang bersikap biasa saja dan tidak terlalu peduli masalah kasta.
Saat ini bisa dikatakan kasta di Bali yang saya tahu terdiri dari 3 bagian yaitu :
  • Golongan 1 : Ida Bagus dan lainnya
  • Golongan 2 : Cokorda, Anak Agung, Gusti dan lainnya
  • Golongan 3 : Tidak berkasta
Kasta Dalam Kehidupan Sehari-Hari
Dalam kehidupan sehari-hari, pada umumnya mereka yang berkasta menggunakan bahasa Bali halus untuk berkomunikasi dengan kasta yang selevel dan level di atasnya. Sementara ketika berbicara dengan berkasta lebih rendah, yang memiliki kasta lebih tinggi kadang dianggap bisa menggunakan bahasa yang biasa atau lebih ‘kasar’.
Dalam kegiatan sosial masyarakat, mereka yang berkasta lebih tinggi juga biasanya lebih dihormati, salah satunya ditunjukkan dengan bahasa seperti yang saya katakan diatas. Apalagi mereka yang berkasta itu kebetulan secara ekonomi lebih mampu alias kaya.
Tentu tidak semua orang seperti itu, banyak juga mereka yang tidak berkasta namun tetap dihormati. Dan kembali juga kepada masing-masing orang karena pada kenyataannya tidak ada aturan yang mengharuskan seseorang hormat kepada mereka yang berkasta.

Kasta

Kasta dari bahasa portugis adalah pembagian masyarakat.
Kasta yang sebenarnya merupakan perkumpulan tukang-tukang, atau orang-orang ahli dalam bidang tertentu, semestinya harus dibedakan dari warna atau catur warna (Hindu), karena memang pengertian di antara kedua istilah ini tidak sama. Pembagian manusia dalam masyarakat agama hindu:
  1. Warna Brahmana, para pekerja di bidang spiritual ; sulinggih, pandita dan rohaniawan.
  2. Warna Ksatria, para kepala dan anggota lembaga pemerintahan.
  3. Warna Waisya, para pekerja di bidang ekonomi
  4. Warna Sudra, para pekerja yang mempunyai tugas melayani/membantu ketiga warna di atas.
Diantaranya adalah :
Brahmana adalah salah satu golongan karya atau warna dalam agama Hindu. Mereka adalah golongan cendekiawan yang mampu menguasai ajaran, pengetahuan, adat, adab hingga keagamaan. Di zaman dahulu, golongan ini umumnya adalah kaum pendeta, agamawan atau brahmin. Mereka juga disebut golongan paderi atau sami. Kaum Brahmana tidak suka kekerasan yang disimbolisasi dengan tidak memakan dari makluk berdarah (bernyawa). Sehingga seorang Brahmana sering menjadi seorang Vegetarian. Brahmana adalah golongan karya yang memiliki kemampuan penguasaan ilmu pengetahuan baik pengetahuan suci maupun pengetahuan ilmiah secara umum. Dahulu kita bertanya tentang ilmu pengetahuan dan gejala alam kepada para brahmana. Bakat kelahiran adalah mampu mengendalikan pikiran dan prilaku, menulis dan berbicara yang benar, baik, indah, menyejukkan dan menyenangkan. Kemampuan itu menjadi landasan untuk mensejahterakan masyarakat, negara dan umat manusia dengan jalan mengamalkan ilmu pengetahuannya, menjadi manggala (yang dituakan dan diposisikan secara terhormat), atau dalam keagamaan menjadi pemimpin upacara keagamaan.

Kesatria atau ksatria, adalah kasta atau warna dalam agama Hindu. Kasta ksatria ini merupakan bangsawan dan merupakan tokoh masyarakat bertugas sebagai penegak keamanan, penegak keadilan, pemimpin masyarakat, pembela kaum tertindas atau lemah karena ketidak-adilan dan ketidak-benaran. Tugas utama seorang ksatria adalah menegakkan kebenaran, bertanggung jawab, lugas, cekatan, prilaku pelopor, memperhatikan keselamatan dan keamanan, adil, dan selalu siap berkorban untuk tegaknya kebenaran dan keadilan. Di zaman dahulu ksatria merujuk pada klas masyarakat kasta bangsawan atau tentara, hingga raja.
Zaman sekarang, ksatria merujuk pada profesi seorang yang mengabdi pada penegakan hukum, kebenaran dan keadilan prajurit, bisa pula berarti perwira yang gagah berani atau pemberani. Kelompok ini termasuk pemimpin negara, pimpinan lembaga atau tokoh masyarakat karena tugasnya untuk menjamin terciptanya kebenaran, kebaikan, keadilan dan keamanan di masyarakat, bangsa dan negara.

Waisya adalah golongan karya atau warna dalam tata masyarakat menurut agama Hindu. Bersama-sama dengan Brahmana dan Ksatria, mereka disebut Tri Wangsa, tiga kelompok golongan keraya atau profesi yang menjadi pilar penciptaan kemakmuran masyarakat. Bakat dasar golongan Waisya adalah penuh perhitungan, tekun, trampil, hemat, cermat, kemampuan pengelolaan asset (kepemilikan) sehingga kaum Wasya hampir identik dengan kaum pedagang atau pebisnis. Kaum Waisya adalah kelompok yang mendapat tanggungjawab untuk menyelenggarakan kegiatan ekonomi dan bisnis agar terjadi proses distribusi dan redistribusi pendapatan dan penghasilan, sehingga kemakmuran masyarakat, negara dan kemanusiaan tercapai.

Sudra (Sanskerta: śūdra) adalah sebuah golongan profesi (golongan karya) atau warna dalam agama Hindu di India. Warna ini merupakan warna yang paling rendah. Warna lainnya adalah brahmana, ksatria, dan waisya. Sudra adalah golongan karya seseorang yang bila hendak melaksanakan profesinya sepenuhnya mengandalkan kekuatan jasmaniah, ketaatan, kepolosan, keluguan, serta bakat ketekunannya. Tugas utamanya adalah berkaitan langsung dengan tugas-tugas memakmurkan masyarakat negara dan umat manusia atas petunjuk-petunjuk golongan karya di atasnya, seperti menjadi buruh, tukang, pekerja kasar, petani, pelayan, nelayan, penjaga, dll.

 sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Kasta





0 komentar:

Posting Komentar