Manusia adalah makhluk sosial yang
dapat bergaul dengan dirinya sendiri, dan orang lain menafsirkan makna-makna
obyek-obyek di alam kesadarannya dan memutuskannya bagaimana ia bertindak
secara berarti sesuai dengan penafsiran itu. Bahkan seseorang melakukan sesuatu
karena peran sosialnya atau karena kelas sosialnya atau karena sejarah
hidupnya. Tingkah laku manusia memiliki aspek-aspek pokok penting sebagai berikut
:
(1)Manusia
selalu bertindak sesuai dengan makna barang-barang (semua yang ditemui dan
dialami, semua unsur kehidupan di dunia ini);
(2)Makna
dari suatu barang itu selalu timbul dari hasil interaksi di antara orang
seorang;
(3)Manusia
selalu menafsirkan makna barang-barang tersebut sebelum dia bisa bertindak
sesuai dengan makna barang-barang tersebut. Atas dasar aspek-aspek pokok tersebut di atas, interaksi manusia bukan
hasil sebab-sebab dari luar. Hubungan interaksi manusia memberikan bentuk pada
tingkah laku dalam kehidupannya sehari-hari, bergaul saling mempengaruhi.
Mempertimbangkan tindakan orang lain perlu sekali, bila mau membentuk tindakan
sendiri.
Menurut Blumer
dalam premisnya menyebutkan bahwa manusia bertindak terhadap sesuatu berdasarkan
makna-makna yang berasal dari interaksi sosial seseorang dengan orang lain dan
disempurnakan pada saat proses interaksi sosial berlangsung.
Makna dari sesuatu
berasal dari cara-cara orang atau aktor bertindak terhadap sesuatu dengan
memilih, memeriksa, berpikir, mengelompokkan dan mentransformasikan situasi di
mana dia ditempatkan dan arah tindakannya.
Setiap masyarakat
pasti mengalami perubahan-perubahan sesuai dengan dimensi ruang dan waktu. Perubahan itu bisa dalam arti sempit , luas, cepat atau lambat.
Perubahan dalam masyarakat pada prinsipnya merupakan proses terus-menerus untuk
menuju masyarakat maju atau berkembang, pada perubahan sosial maupun perubahan
kebudayaan.
Menurut Moore
dalam karya Lauer, perubahan sosial didefinisikan sebagai perubahan penting
dalam struktur sosial . Yang
dimaksud struktur sosial adalah pola-pola perilaku dan interaksi sosial.
Perubahan sosial mencakup seluruh aspek kehidupan sosial, karena seluruh aspek
kehidupan sosial itu terus menerus berubah, hanya tingkat perubahannya yang
berbeda.
Himes dan More mengemukakan tiga dimensi perubahan
sosial :
(1)Dimensi
structural dari perubahan sosial mengacu kepada perubahan dalam bentuk struktur
masyarakat menyangkut perubahan peran, munculnya peranan baru, perubahan dalam
struktur kelas sosial dan perubahan dalam lembaga sosial;
(2)Perubahan
sosial dalam dimensi cultural mengacu kepada perubahan kebudayaan dalam
masyarakat seperti adanya penemuan dalam berpikir (ilmu pengetahuan),
pembaharuan hasil teknologi, kontak dengan kebudayaan lain yang menyebabkan
terjadinya difusi dan peminjaman kebudayaan;
(3)Perubahan
sosial dalam dimensi interaksional mengacu kepada perubahan hubungan sosial
dalam masyarakat yang berkenaan dengan perubahan dalam frekuensi, jarak sosial,
saluran, aturan-aturan atau pola-pola dan bentuk hubungan.
Batasan
nilai bisa mengacu pada berbagai hal seperti minat, kesukaan, pilihan, tugas,
kewajiban agama, kebutuhan, keamanan, hasrat, keengganan, daya tarik, dan hal-hal
lain yang berhubungan dengan perasaan dari orientasi seleksinya (Pepper, dalam
Sulaeman, 1998). Rumusan di atas apabila diperluas meliputi seluruh
perkem-bangan dan kemungkinan unsur-unsur nilai, perilaku yang sempit diperoleh
dari bidang keahlian tertentu, seperti dari satu disiplin kajian ilmu. Di
bagian lain, Pepper mengatakan bahwa nilai adalah segala sesuatu tentang yang
baik atau yang buruk. Sementara itu, Perry (dalam Sulaeman, 1998) mengatakan
bahwa nilai adalah segala sesuatu yang menarik bagi manusia sebagai subjek.
Ketiga
rumusan nilai di atas, dapat diringkas menjadi segala sesuatu yang dipentingkan
manusia sebagai subjek, menyangkut segala sesuatu yang baik atau yang buruk
sebagai abstraksi, pandangan, atau maksud dari berbagai pengalaman dengan
seleksi perilaku yang ketat.
Seseorang
dalam melakukan sesuatu terlebih dahulu mempertimbangkan nilai. Dengan kata
lain, mempertimbangkan untuk melakukan pilihan tentang nilai baik dan buruk
adalah suatu keabsahan. Jika seseorang tidak melakukan pilihannya tentang
nilai, maka orang lain atau kekuatan luar akan menetapkan pilihan nilai nnluk
dirinya.
Seseorang
dalam melakukan pertimbangan nilai bisa bersifat subyektif dan bisa juga
bersifat objektif. Pertimbangan nilai subjektif tcnlapat dalam alam pikiran
manusia dan bergantung pada orang yang memberi pertimbangan itu. Sedangkan
pertimbangan objektif beranggapan bahwa nilai-nilai itu terdapat
tingkatan-tingkatan sampai pada tingkat tertinggi, yaitu pada nilai fundamental
yang mencerminkan universalitas kondisi fisik, psikologi sosial, menyangkut
keperluan setiap manusia di mana saja.
Dalam
kajian filsafat, terdapat prinsip-prinsip untuk pemilihan nilai, yaitu sebagai
berikut.
1.nilai instrinsik harus mendapat prioritas pertama daripada
nilai ekstrinsik. Sesuatu yang berharga instrinsik, yaitu yang baik dari dalam
dirinya sendiri dan bukan karena menghasilkan sesuatu yang lain. Sesuatu yang
berharga secara ekstrinsik, yaitu sesuatu yang bernilai baik karena sesuatu hal
dari luar. Jika sesuatu itu merupakan sarana untuk mendapat sesuatu yang lain.
Semua benda yang bisa digunakan untuk aktivitas mem-punyai nilai ekstrinsik.
2.nilai ini tidak harus terpisah. Suatu benda dapat bernilai
instrinsik dan ekstrinsik. Contoh pengetahuan, mempunyai nilai instrinsik baik
dari dirinya sendiri dan mempunyai nilai ekstrinsik apabila digunakan untuk
kepentingan pembangunan baik di bidang ekonomi, politik, hukum, maupun
bidang-bidang yang lainnya.
3.nilai yang produktif secara permanen didahulukan daripada
nilai yang produktif kurang permanen. Beberapa nilai, seperti nilai ekonomi
akan habis dalam aktivitas kehidupan. Sedangkan nilai persahabatan akan
bertambah jika dipergunakan untuk membagi nilai akal dan jiwa bersama orang
lain. Oleh karena itu, nilai persahabatan harus didahulukan daripada nilai
ekonomi.
Sistem
nilai adalah nilai inti (core value) dari masyarakat. Nilai inti ini diakui dan
dijunjung tinggi oleh setiap manusia di dunia untuk berperilaku. Sistem nilai
ini menunjukkan tata-tertib hubungan timbal balik yang ada di dalam masyarakat.
Sistem nilai budaya berfungsi sebagai pedoman tertinggi bagi kelakuan manusia
(Koentjaraningrat, 1981). Sistem nilai budaya ini telah melekat dengan kuatnya
dalam jiwa setiap anggota masyarakat sehingga sulit diganti atau diubah dalam
waktu yang singkat. Sistem budaya ini menyangkut masalah-masalah pokok bagi
kehidupan manusia.
Sistem
nilai budaya ini berupa abstraksi yang tidak mungkin sama persis untuk setiap
kelompok masyarakat. Mungkin saja nilai-nilai itu dapat berbeda atau bahkan
bertentangan, hanya saja orien-tasi nilai budayanya akan bersifat universal,
sebagaimana Kluckhohn (1950) sebutkan.
Menurut
Kluckhohn, sistem nilai budaya dalam masyarakat di mana pun di dunia ini,
secara universal menyangkut lima masalah pokok kehidupan manusia, yaitu:
4.Hakikat hidup manusia. Hakikat hidup untuk setiap
kebudayaan berbeda secara ekstrim. Ada yang berusaha untuk memadamkam hidup
(nirvana = meniup habis). Ada pula yang dengan pola-pola kelakuan tertentu
menganggap hidup sebagai sesuatu hal yang baik (mengisi hidup).
5.Hakikat karya manusia. Setiap manusia pada hakikatnya
berbeda-beda, di antaranya ada yang beranggapan bahwa karya bertujuan untuk
hidup, karya memberikan kedudukan atau kehormatan, karya merupakan gerak hidup
untuk menambah karya lagi.
6.Hakikat waktu untuk setiap kebudayaan berbeda. Ada yang
berpandangan mementingkan orientasi masa lampau, ada pula yang berpandangan
untuk masa kini atau yang akan datang.
7.Hakikat alam manusia. Ada kebudayaan yang menganggap manusia
harus mengeksploitasi alam atau memanfaatkan alam semaksimal mungkin, ada pula
kebudayaan yang beranggapan bahwa manusia harus harmonis dengan alam dan
manusia harus menyerah kepada alam.
8.Hakikat hubungan manusia. Dalam hal ini ada yang mementingkan
hubungan manusia dengan manusia, baik secara horisontal maupun secara vertikal
kepada tokoh-tokoh. Ada pula yang berpandangan individualist’s (menilai tinggi
kekuatan sendiri).
Berdasarkan hasil suatu penelitian, ada tiga pandangan dasar
tentang makna hidup, yaitu:
(1) hidup untuk bekerja,
(2) hidup untuk beramal, berbakti, dan
(3) hidup untuk bersenang-senang.
Sedangkan makna kerja, yaitu:
(1) untuk mencari nafkah,
(2) untuk memper-tahankan hidup,
(3) untuk kehormatan,
(4) untuk kepuasan dan kesenangan, dan
(5) untuk amal ibadah.
Masyarakat dan kebudayaan di mana pun selalu dalam keadaan
berubah, ada dua sebab perubahan
1.Sebab yang berasal dari masyarakat dan lingkungannya
sendiri,misalnya perubahan jumlah dan komposisi
2.sebab perubahan lingkungan alam dan fisik tempat mereka
hidup. Masyarakat yang hidupnya terbuka, yang berada dalam jalur-jalur hubungan
dengan masyarakat dan kebudayaan lain, cenderung untuk berubah secara lebih
cepat.
3.adanya difusi kebudayaan, penemuan-penemuan baru,
khususnya teknologi dan inovasi.
Dalam masyarakat maju, perubahan kebudayaan biasanya terjadi
melalui penemuan (discovery) dalam bentuk ciptaan baru (inovatiori) dan melalui
proses difusi. Discovery merupakan jenis penemuan baru yang mengubah persepsi
mengenai hakikat suatu gejala mengenai hubungan dua gejala atau lebih.
Invention adalah suatu penciptaan bentuk baru yang berupa benda (pengetahuan)
yang dilakukan melalui penciptaan dan didasarkan atas pengkom-binasian
pengetahuan-pengetahuan yang sudah ada mengenai benda dan gejala yang dimaksud.
Ada empat bentuk peristiwa perubahan kebudayaan. Pertama,
cultural lag, yaitu perbedaan antara taraf kemajuan berbagai bagian dalam
kebudayaan suatu masyarakat. Dengan kata lain, cultural lag dapat diartikan
sebagai bentuk ketinggalan kebudayaan, yaitu selang waktu antara saat benda itu
diperkenalkan pertama kali dan saat benda itu diterima secara umum sampai
masyarakat menyesuaikan diri terhadap benda tersebut.
Kedua,
cultural survival, yaitu suatu konsep untuk meng-gambarkan suatu praktik yang
telah kehilangan fungsi pentingnya seratus persen, yang tetap hidup, dan
berlaku semata-mata hanya di atas landasan adat-istiadat semata-mata. Jadi,
cultural survival adalah pengertian adanya suatu cara tradisional yang tak
mengalami perubahan sejak dahulu hingga sekarang.
Ketiga,
pertentangan kebudayaan (cultural conflict), yaitu proses pertentangan antara
budaya yang satu dengan budaya yang lain.
Konflik
budaya terjadi akibat terjadinya perbedaan kepercayaan atau keyakinan antara
anggota kebudayaan yang satu dengan yang lainnya.
Keempat,
guncangan kebudayaan (cultural shock), yaitu proses guncangan kebudayaan
sebagai akibat terjadinya perpindahan secara tiba-tiba dari satu kebudayaan ke
kebudayaan lainnya. Ada empat tahap yang membentuk siklus cultural shock,
yaitu: (1) tahap inkubasi, yaitu tahap pengenalan terhadap budaya baru, (2)
tahap kritis, ditandai dengan suatu perasaan dendam; pada saat ini terjadi
korban cultural shock, (3) tahap kesembuhan, yaitu proses melampaui tahap
kedua, hidup dengan damai, dan (4) tahap penyesuaian diri; pada saat ini orang
sudah membanggakan sesuatu yang dilihat dan dirasakan dalam kondisi yang baru
itu; sementara itu rasa cemas dalam dirinya sudah berlalu.
0 komentar:
Posting Komentar